Minggu, 30 Oktober 2016

31 Juli 2016

Aku harus terus berjalan walau itu melelahkan. Aku harus terus terjaga walau sakit kerap mendera. Aku harus terus kokoh berdiri walau badai seringkali menghampiri. Aku harus terus kencang berlari agar tak pernah lagi kamu pergi.

Kamu, tanpa sadar memaksa ku untuk terus bertahan. Berharap tak ada bosan yang menggoyah hasrat. Tak apa. Selama kamu bisa berjanji padaku akan tetap setia di samping ku, menjaga jiwa dan raga ku. Asalkan kamu bersedia berjalan bersisian dengan ku, tidak mencoba mendahului ku, apalagi meninggalkan ku sendiri.

Aku tidak bisa berjanji untuk tidak membuat mu terluka. Tapi aku pastikan bahwa aku akan selalu ada untuk mu dan menyayangimu sepenuh hati.

Senin, 03 Oktober 2016

5 Juli 2016

Asal kamu tahu saja, aku masih sangat menyayangimu hingga hari ini.

# # #

Hatiku kembali merasakan sesak pagi ini, sesaat setelah rindu menyerang dengan hebatnya. Rindu kerap membuat waktu serasa berhenti berputar. Jam di tangan seperti bergerak melambat seolah kehilangan dayanya. Hingga rasa sesak yang kurasa seakan tak mau pergi, ikut berhenti bersama waktu, terus menusuk dan membuatku ngilu. Hanya rindu yang bisa melakukannya karena hanya rindulah yang menjadikan denting waktu bagaikan abu.

Saat rindu mulai hadir dan menyapa, segalanya jadi terasa begitu lama. Suara detak jantung terdengar semakin keras. Gemericik hujan berubah diam tanpa suara, rintik air yang jatuh melambat tanpa sebab, dan hujan pun menjadi terasa semakin sendu. Lantunan musik cadas nan keras terdengar seperti musik instrumental lembut dan romantis di telinga. Ah, semua itu bisa terjadi hanya karena rindu yang memang syahdu.

Apa aku berlebihan dalam menggambarkan rindu? Hm, mungkin iya. Rindu kan memang begitu adanya. Ia bisa mengubah banyak hal yang terkadang tak terpikirkan oleh logika kita menjadi sesuatu yang lumrah dan biasa.

Kamu tau, rindu selalu bisa membuat pilu. Pada rindu yang seringkali menyapa dalam di relung hati, tak semestinya kita mendendam. Rindu tak pernah salah. Rindu itu tak pernah keliru memasuki hati. Pun kita tak seharusnya mengeluh saat ia datang. Biarkan saja. Ia hanya sekedar menyapa agar hati kita tidak gersang lalu kemudian mati rasa. Aku yakin, rindu tak menginginkan hal itu karena rindu itu baik.

Berbalas sapa dengan rindu, tidak ada salahnya. Anggap saja sebagai usaha agar rindu dan hati kita sendiri nyaman. Waktu memberikan kesempatan pada hati untuk menikmati 'rasa' yang dihadirkan rindu disetiap masanya.

Selasa, 26 Juli 2016

Saat Terakhir

Aku masih teringat saat terakhir kali kita bertemu. Kamu tersenyum padaku. Mengajak ku bercanda dan kamu pun meledek ku. Aku memang baru saja mengenal mu tapi aku merasa dekat seakan kita sudah saling bertukar cerita sejak lama. Ah, itu menyenangkan sekali.

Masih segar dalam ingatan saat-saat kebersamaan kita -bersama teman yang lain juga tentunya. Kita pernah merasakan sejuknya hembusan angin laut di bibir pantai dan hangatnya kedekatan kita sebagai keluarga. Saat-saat yang begitu menyenangkan.

Masa itu pun berlalu begitu cepat. Kita harus kembali ke realitas -tugas negara- yang sudah menanti. Kamu, berpamitan. Mengucapkan salam perpisahan yang meninggalkan sejuta kenangan. Dan aku tak pernah menyangka bahwa itulah saat terakhir kita bertemu. Ternyata ucapan salam kala itu benar-benar menjadi salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya.

Kamu pergi lebih dulu.
Ini memang sudah takdir. Semua ini rahasia Langit. Aku dan mereka semua sangat menyayangimu, tapi kami tahu bahwa Tuhan jauh lebih menyayangimu. Hingga DIA memanggilmu lebih dulu.

Rasa ini dan semua kenangan tentang mu akan abadi di dalam hati. Sama seperti persahabatan kita. Aku berjanji.

Aku merasakan kehilangan yang hebat. Tapi aku yakin, kehilangan ku ini adalah kehilangan yang baik. Jadi aku merelakan mu untuk pergi. Tenanglah kamu disana, sahabat. Kami disini tak pernah berhenti menyebut nama mu dalam setiap doa yang selalu terlambungkan.

Rest in Peace Satriyo Wahyu Hajar.
16 April 2015, Tambraw Papua Barat.